Pelestarian Arsitektur Masjid Agung Lamongan Sebagai Upaya Pemeliharaan Identitas Daerah

Abstract:

The purpose of this study is to identify and analyze building characteristics and to identify and analyze the direction of the preservation of the Great Mosque of Lamongan. This study uses three kinds of descriptive methods, including descriptive analysis methods, evaluative methods, and development methods. Analysis of building characters in this study include spatial characters, visual characters, and structural characters. The three-character analyzes are used as sources for analyzing the preservation direction of the mosque. Potential directives for preservation can be divided into three, namely high potential with preservation and conservation preservation directives, moderate potential with conservation and rehabilitation preservation directives, and low potential with rehabilitation preservation directives.

Keywords: Lamongan Great Mosque, Building Character, Architectural Preservation.

PENDAHULUAN

Masjid Agung Lamongan, berdiri pada tahun 1908, terletak di pusat Kota Lamongan, yaitu berada di Jalan KH. Hasyim Asyari, atau berada di sebelah barat Alun-Alun Kota Lamongan. Seiring dengan berkembangnya waktu Masjid ini mengalami perkembangan baik dari segi luasan, bentuk, fasad, dan ketinggian sehingga hal tersebut merubah bentuk awal masjid tersebut. Bentuk Awal Fasad Masjid Agung Lamongan, seperti masjid tradisional jawa dengan atap piramid bersusun dan struktur kayu dengan empat soko guru sebagai penopang atap yang mengacu pada masjid Demak atau disebut dengan istilah “Demakan” (Khan dalam Wismantara 2016). Setelah mengalami renovasi pada tahun 2011 dengan penambahan dua buah menara setinggi 53 m. dan pemugaran fasad sebelah timur yang mengadopsi bentuk atap piramida dan langgam timur tengah. Menurut Undang-undang no 11 tahun 2010, sebuah bangunan dikatakan sebuah cagar budaya jika: 1. berusia 50 (lima puluh) tahun lebih;2. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; 3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan; dan 4. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Masjid Agung Lamongan sudah memenuhi kriteria dari undang-undang tersebut, dari segi usia Masjid Agung Lamongan sudah berusia diatas 50 tahun, dan memiliki langgam arsitektur yang unik, yaitu langgam arsitektur masjid jawa. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam studi ini bagaimanakah upaya pelestarian arsitektur di Masjid Agung Lamongan? Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi karakter visual bangunan dan menganalisis serta menentukan strategi dalam upaya pelestarian bangunan Masjid Agung Lamongan ke depannya.

METODE PENELITIAN

Studi ini menggunakan metode analisis kualitatif dengan pendekatan menggunakan tiga metode. Metode pertama adalah metode deskripsi analisis, yaitu metode yang digunakan dengan menggambarkan objek penetian dan menganalisisnya dengan lebih jelas sehingga dapat diketahui karakter visual dari bangunan (Arikunto,1996). Sasaran utama penelitian mengenai karakter visual bangunan maka variabel penelitian yang digunakan terdiri aspek spasial, visual, dan struktural bangunan (Tabel 1)


 
Metode kedua yang digunakan, yaitu metode evaluatif. Metode evaluatif digunakan untuk menentukan penilaian atau pembobotan terhadap kelayakan objek penelitian yang hasilnya berupa kesimpulan arahan serta strategi pelestarian yang sesuai.





Setelah melakukan penilaian pada masing-masing kriteria, nantinya akan dijumlahkan untuk memperoleh nilai total yang dimiliki oleh tiap elemen bangunan. Nilai ini sebagai patokan dalam klasifikasi elemen yang selanjutnya menjadi dasar dalam penentuan arahan pelestarian.
Metode ketiga yang digunakan adalah metode development (pengembangan). Metode development dilakukan untuk menentukan arahan dalam upaya konservasi bangunan, dalam hal ini Masjid Agung Lamongan untuk membandingkan data dengan kriteria atau standar yang sudah ditetapkan saat penyusunan desain penelitian. Standar yang ditetapkan adalah penetapan arahan yang dilakukan dengan cara menyesuaikan hasil analisis terhadap bangunan dengan teori pelestarian yang dijelaskan oleh para ahli serta bentuk-bentuk arahan yang telah diterapkan pada kondisi yang sama dengan kondisi penelitian. Arahan tindakan fisik pelestarian digunakan untuk menentukan batas perubahan fisik yang diperbolehkan bagi tiap-tiap elemen arsitektural Masjid Agung Lamongan. Hasil dari evaluasi yang telah diperoleh melalui penilaian makna kultural bangunan menjadi landasan dalam menggolongkan strategi pelestarian (Tabel 4)


HASIL DAN PEMBAHASAN

  Objek Penelitian Masjid Agung Lamongan pada awal pembangunannya memiliki bentuk arsitekur jawa, dengan konstruksi kayu empat soko guru yang menyangga atap yang bersusun. Dari perkembangan Masjid Agung tersebut, terdiri dari beberapa masa bangunan yang akan di amati, antara lain:


Karakter Spasial Masjid Agung Lamongan. Dalam membahas karakter spasial ini berkaitan dengan denah dan orientasi bangunan yang menyebabkan perpaduan komposisi massa. Orientasi bangunan pada Masjid Agung adalah mengarah ke kiblat, dengan pintu utama berada di sebelah timur, pada perkembangannya terdapat akses pada sisi sebelah selatan untuk akses jamaah laki-laki dan pintu utara untuk akses jamaah perempuan.

Karakter Visual Masjid Agung Lamongan

Massa Bangunan

Seperti pada gambar 1, massa bangunan pada Masjid Agung Lamongan, terdiri dari massa banyak, dengan bangunan awal ada di tengah masjid, selanjutnya terjadi perkembangan di sisi barat, timur, utara dan selatan. 
 

Gaya Bangunan

Bangunan Masjid awal menggunakan gaya bangunan jawa, dengan atap joglo yang ditopang dengan struktur soko guru, yang kemudian pada perkembangannya, bangunan di sisi utara dan selatan menyesuaikan dengan masjid utama dengan mengadopsi unsur-unsur kayu sebagai penyelaras arsitektur jawa,  pada sisi sebelah timur, gaya bangunan lebih ke unsure perpaduan antara jawa, timur tengah dan modern, unsure jawa terlihat dari atap piramida sebagai atap utama, timur tengah terlihat pada kubahkubah dan adanya kubah separuh dengan ornament muqarnas, dan kaligrafi arab yang menghiasi dinding, sedangkan untuk gaya modern terlihat dari ornament geometric pada dinding, bentuk jendela dan ukiran pada pintu utama.

Siluet massa bangunan jika terlihat dari sisi timur, berkomposisi simetris, dua menara tinggi di kanan dan kiri, serta atap piramida di tengah yang dipadukan dengan ornament setengah kubah di tengah, Sedangkan siluet jika dilihat dari sisi selatan ke utara, maka Masjid ini terlihat tinggi pada sisi timur dan utara, karena pada sisi tersebut terdiri dari dua lantai. 

ElemenPembentukFasad

Atap

Pada bagian masjid pertama, bentuk atap tidak mengalami perubahan, terdapat atap bersusun dan terdapat memolo di atas sebagai mahkota atap, materialnya juga masih dipertahankan, baik dari material penutup atapnya maupun strukturnya, material penutup atap menggunakan genting dengan warna coklat ke jinggaan, Untuk bagian masjid kedua, bentuk atap juga masih dipertahankan dari atap tradisional bersusun dengan soko guru sebagai struktur atapnya, hanya saja pada bagian ini tidak terdapat memolo pada puncak atapnya, material penutup atap masih dipertahankan dengan menggunakan genteng, sama seperti masjid pertama, warna penutup atapnya menggunakan waran coklat ke jinggaan. Bangunan masjid tambahan, diadakan renovasi total terutama pada sisi timur yang menghadap ke Jalan Hasyim Asyari, atap yang semula menggunakan atap bersusun berubah menjadi atap tunggal segitiga dan beberapa kubah dengan penambahan ornamen geometrikal dan timur tengah, material juga sudah berganti dari atap genteng menjadi beton untuk material kubah dan atap genteng untuk material atap tunggal, perletakan atap juga sudah mengalami perubahan, tidak ada bangunan yang dipertahankan pada bangunan sisi sebelah timur, untuk atap bangunan tambahan di sisi utara yang berupa serambi juga tidak banyak mengalami perubahan, untuk atap bangunan sisi selatan, juga tidak mengalami perubahan hanya berupa atap pelana sebagai penutup atap bangunan tambahan. Warna penutup atap pada bangunan tambahan sebelah timur dan selatan berwarna hijau sedangkan pada bagian utara berwarna coklat kejinggan.

Dinding Eskterior

Masjid Agung Lamongan, dinding eksterior terlihat pada sisi sebelah timur sebagai pintu masuk utama, dinding sudah berganti dengan material baru, sehingga mempunyai bentuk yang berbeda dari masjid pertama dan kedua,  Pada dinding luar sisi timur terdapat ornamentasi berupa geometrikal modern, dan perpaduan arsitektur jawa dan timur tengah dengan warna hijau emas dan kaligrafi, terdapat separuh kubah yang terdapat ornamen muqarnas seperti pada masjidmasjid di Persia.
sedangkan sisi selatan ornamen dinding luarnya perpaduan antara lengkung dan persegi, sisi ini terlihat dari Jalan Basuki Rahmad.

Pintu

Pintu masuk menuju masjid hanya ada di bangunan tambahan di sisi selatan, utara dan timur, dikarenakan masjid pertama dan kedua terletak di tengah – tengah masjid. Untuk bentuk pintu yang berada di sisi utara masjid terdiri dari dua daun pintu dengan arah bukaan keluar, dengan bentukan lengkung di bagian atas daun pintunya, dan terdapat ventilasi dari kayu dengan ornamen geometrik yang dipadukan dengan lengkung, warna dari pintu menggunakan warna kayu sehingga menyatu dengan interor masjid utama.
Untuk pintu dari sebelah timur, terdapat perubahan secara total dari bentuk sebelumnya, yang sebelumnya hanya berupa pintu kayu persegi berwarna putih tanpa ornamentasi, sekarang berubah menjadi pintu kayu besar dan tinggi yang mengacu pada langgam pintu masjid nabawi, yaitu perpaduan warna kayu dan emas dengan ornamen geometris dan bulat ditengahnya.

Jendela

Pada masjid pertama, untuk jendela hanya terdapat di atas, lebih seperti jalusi yang berguna untuk memasukkan cahaya matahari, jendela atas mengelilingi sisi geometri soko guru yang berbentuk persegi, hal tersebut juga diterapkan pada masjid ke dua, jendela hanya terdapat pada bagian atas yang mengitari bentuk geometri soko guru, tidak ada perubahan pada bentuk dan material, hanya berupa jendela mati sebagai penyalur cahaya matahari.
Untuk bangunan tambahan sebelah utara, jendela hanya berupa ukiran geometri kayu, tidak ada jendela karena jumlah pintu sudah sangat banyak untuk bukaan dan sebagai ventilasi udara.

Bangunan tambahan sebelah timur jendela berbentuk perpaduan antara persegi dan lengkung, hal tersebut tentu berubah dari bangunan awal, yang hanya berupa jendela krepyak dan jendela persegi dengan kaca yang besar.

Fasad

Renovasi terakhir yaitu pada tahun 2018 membuat fasad Masjid Agung Lamongan secara keseluruhan berubah, terutama dari sebelah timur, hal tersebut dikarenakan adanya renovasi total, komposisi geometrikal pada fasad timur simetris sama di sisi utara dan selatan, dengan mengacu pada perpaduan langgam jawa dan timur tengah, langgam jawa terlihat pada bentuk atap piramid dengan penutup atap genteng berwarna hijau, disamping atap iramid tersebut, terdapat kubah-kubah kecil yang berjumlah 9 buah, dari salah satu ke 9 kubah salah satunya adalah menara Qiblataian yang masih dipertahankan hanya berganti kubah pada puncak menara, dibawahnya dipadukan dengan setengah kubah dengan relief, hal ini mengingatkan kepada kubah muqarnas yang banyak terdapat pada kubah-kubah di persia, yang dihiasi oleh kaligrafi yang terpampang di tengah dengan perpaduan warna hijau dan emas sebagai point of interest, ornamen geometrik dinding dan warna disesuaikan dengan menara kembar yang sudah ada lebih dulu, ornamen ini menambahkan unsur modern, karena bentukannya tidak ditemukan pada langgam timur tengah. Pada sisi sebelah selatan yang bisa diakses dari Jalan Basuki Rahmad, terdapat fasad perpaduan antara lengkung dan persegi, dan berwarna abu-abu kromatik sebagai penyelarasan antara fasad sisi timur yang didominasi dengan adanya ornamenornamen geometrik, pada fasad sisi selatan lebih cenderung menonjol karakter arsitektur jawa, terlihat atap bersusun dari masjid utama dan perpaduan pintu-pintu kayu yang berukir, dengan menonjolkan warna kayu semakin menonjolkan sisi ketradisionalan.

Kolom

Masjid pertama, dibangun dengan menggunakan konstuksi kayu, dengan soko guru sebagai struktur utama terdiri dari empat pilar kayu jati dengan ketinggian +7 m, dan dimensi kolom utama 0.25 m x 0.25 m, perletakan kolom kayu ini setiap 3 m, hal tersebut merupakan bentangan kayu terpanjang di jamannya, hal tersebut untuk memberikan kesan luas, warna kolom tersebut menggunakan warna kayu, sebelumnya mempunyai warna cat putih, tetapi setelah pemugaran, kolom tersebut dikembalikan ke warna aslinya. Perubahan untuk saat ini hanya penambahan ornamen tempel ukiran kayu yang semakin menambah estetika masjid tradisional, dan kearifan lokal Masjid Jawa. Sama halnya dengan Masjid pertama, masjid kedua dibangun dengan besaran dan tinggi yang hampir sama. Oleh karena itu kolom kayu penyusun Masjid kedua ini juga hampir sama secara perletaknnya dengan yang pertama, hanya saja dari segi material, material yang digunakan tidak menggunakan kayu jati murni, karena kesulitan mencari besaran dan panjang kayu jati seperti pada Masjid pertama, adanya penambahan material untuk menambah tinggi dari kayu jati yang digunakan. Perubahan ada pada penempelan ornamen ukir kayu dengan motif sulur ada kolom, terutama pada bagian bawah, siku, dan ujung kolom.

Kolom bangunan tambahan pada sisi sebelah timur, untuk warna juga disesuaikan dengan masjid utama, dengan menggunakan warna kayu, sedangkan bentuk kolom persegi dengan ukuran x m xm yang diberikan motif garis garis vertikal, dengan border di bagian atas, tengah dan bawah. Kolom-kolom ini adalah upaya untuk menyelaraskan interior Masjid yang memadukan arsitektur jawa, timur tengah dan modern karna bentuk sebelumnya kolom sisi timur ini berbentuk kolom besar bulat dengan gaya corintians berwarna emas, jadi kurang menyatu dengan kolom masjid utama yang berbentuk persegi.


Elemen Pembentuk Ruang Dalam

Langit-langit

Langit-langit pada Masjid pertama dan kedua menggunakan penutup langit-langit susunan papan kayu yang bercat putih, pada bangunan tambahan utara dan selatan menggunakan plafon calsiboard warna putih, sedangkan pada bangunan sisi timur terdapat ornamen penghias kubah di tengah masjid dan pola geometrik pada plafon yang menutup dak lantai 2.  

Lantai

Pada Masjid pertama penutup lantai menggunakan lantai granite berwarna putih seperti juga pada masjid ke dua juga memakai granite berwarna putih, tetapi diberi penutup karpet warna hijau dan emas, sedangkan untuk bangunan tambahan sisi timur berlantai granite putih, demikan pula di sisi utara dan selatan.

Dinding Interior

Dilihat dari aspek bentuk pada dinding, pada masjid pertama masih dikelilingi dinding dengan ornamen lengkung sebagai pintu masuk ke dalam area masjid hal tersebut masih dipertahankan dari segi bentuk, bentuk lengkung tersebut juga terdapat pada masjid kedua, juga menggunakan dinding dengan ornamen lengkung, yang menjadi ciri khas tersendiri, sehingga masjid pertama dan kedua menjadi satu kesatuan dengan persamaan dinding ornamen lengkung yang berwarna putih tersebut.

Pada dinding di masjid ke dua ini terdapat mihrab di sisi sebelah barat, dindingnya dilapisi dengan ornamen ukiran kayu dengan motif perpaduan jawa dan timur tengah sehingga menjadikan daya tarik tersendiri, ditambah lagi adanya ukiran asmaul husna dengan warna kayu sehingga serasi dan menambah ketradisionalan masjid tersebut.
Pada bangunan sisi timur terdapat tembok melingkar, tembok ini adalah tembok dari menara Qiblatain yang masih dipertahankan. Tampilan di dalam masih seperti aslinya tetapi tampilan diluar sudah berubah menyesuaikan dengan fasad Masjid.


Karakter Struktural

Konstruksi Atap

Struktur yang digunakan dalam Masjid pertama menggunakan soko guru kayu jati, hanya saja warna dari soko guru ini sudah dikembalikan ke warna aslinya, dari semula dicat putih, sekarang dikembalikan ke warna kayu, tetapi untuk plafon masih berwarna putih, perletakannya juga masih seperti perletakan semula, untuk perubahan bentuk hanya penambahan ornamen tempel ukir-ukiran sebagai penambah kesan tradisional.
Pada Masjid Ke dua warna dari soko guru dan tiang-tiang penyangga dikembalikan ke warna aslinya dari yang bercat putih ke warna natural kayu dengan penambahan ornamen tempel ukiran termasuk ornamen asmaul husna pada sisi mihrab.

Tinjauan Pelestarian Masjid Agung Lamongan Untuk melakukan kajian pelestarian Masjid Agung Lamongan, dilakukan analisis elemen-elemen bangunan yang potensial, dengan cara menilai makna kultural bangunan tersebut, bentuk penilaian yaitu dengan memberikan bobot penilaian pada tiap-tiap elemen. Penilaian terbagi menjadi tiga kelas kategori, yaitu nilai 3 untuk kelas kategori tinggi, nilai 2 untuk kelas kategori sedang, dan 1 untuk kelas kategori rendah. Untuk memudahkan penghitungan tersebut dilakukan rekapitulasi terhadap penilaian makna kultural sebagai berikut:


masjid ke dua

Setelah rekapitulasi nilai makna kultural dari tiap bagian dari Masjid Agung Lamongan tersebut, langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah kelas melalui maka hasilnya didapat dalam tabel sebagai berikut:


SIMPULAN DAN SARAN

Karakter spasial Masjid Agung Lamongan yang arah hadap utamanya ke Alun-alun Lamongan memberikan kemudahan akses keluar/masuk masjid, serta adanya Alun-alun disebelah timur dapat memberikan view lebih luas kedalam tapak.  Karakter visual pada Masjid Agung Lamongan, sangat dominan dan memberikan nuansa religius pada kawasan tersebut, sedangkan karakter visual dari Masjidnya sendiri,  terdiri dari elemen fasade dan elemen ruang dalam. Elemen fasade berupa atap, dinding, pintu, jendela, dan kolom, serta elemen ruang dalam berupa dinding, lantai, plafon, dan pintu merupakan perpaduan antara gaya arsitektur jawa, timur tengah dan modern. Karakter struktural menggunakan konstruksi kayu dengan sko guru sebagai pilar utama pada bagian masjid pertama dan kedua, sedangkan pada Bangunan tambahan menggunakan struktur modern, perpaduan antara beton dan baja. Arahan pelestarian yang diusulkan pada Masjid Agung Lamogan dikelompokkan dalam tiga arahan pelestarian, yaitu preservasi, konservasi, rehabilitasi. Arahan pelestarian preservasi dan konservasi diarahkan pada Masjid pertama dan kedua karena karena masuk dalam elemen bangunan potensial tinggi, karena masih mempunyai ciri khas asli dari arsitektur dan diharapkan dipertahankan dengan perubahan fisik yang sedikit terutama pada elemen atap, struktur kolom kayu soko guru. Arahan rehabilitasi diarahkan pada kategori elemen bangunan potensial sedang yakni fasad dinding, jendela, dan pintu, dan juga menara qiblatain, karena secara fasad dari luar sudah mengalami perubahan. Arahan pelestarian rehabilitasi dan rekonstruksi diarahkan pada kategori elemen bangunan potensial rendah, yakni pada elemen-elemen baru seperti jendela, lantai keramik, dan elemen baru lainya. Terutama pada bangunan tambahan di sisi utara, selatan dan timur.
 

DAFTAR RUJUKAN

Sumalyo, Yulianto. 2001. Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim. Gadjah Mada University Press
Tugiyono, dkk. 2001. Peninggalan Situs dan Bangunan Bercorak Islam di Indonesia.Jakarta:PT. Mutiara Sumber Widya
Fanani, Achmad Ir. 2009. Arsitektur Masjid. Mizan Media Utama. Bandung Pangarsa,
Galih Widjil. dkk. 2003. Simbolisme Bangunan Bertiang Lima Pada Arsitektur Muslim di Jawa. JOURNAL RUAS / Volume I No. 1 – Juni 2003
Wafiyyah, Siti Kulashatul. 2017. Perkembangan Arsitektur Masjid Agung Lamongan. fakultas adab dan humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Wismantara, Pudji Pratitis. 2016.  Masjid Agung Jami’ Malang dan Ambiguitas Arsitektural . Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Antariksa. 2011. Metode Pelestarian Arsitektur. www.academia.edu
Agustapraja, Hammam Rofiqi.  2018. Pelestarian Arsitektur Langgar Dhuwur Mbah Yai Mastur Lamongan. Jurnal Teknika. Vol 10 hal 1050-1055
Dewiyanti, Dhini, and Hanson E Kusuma. 2012. Spaces for Muslims Spiritual Meanings. AcE-Bs 2012 Bangkok ASEAN Conference on Environment-Behaviour Studies, 50(July): 969– 78. http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.08.098http://dx.doi .org/10.1016/j.sbspro.2015.05.081.
Marwoto. 2016. Spiritual Phenomena in the Town of Demak. CITIES 2015 International Conference, Intelligent Planning Towards Smart Cities, CITIES 2015, 3-4 November 2015, Surabaya, Indonesia 227(November 2015): 451–57. http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.06.100
Prijotomo, Josef dan Galih Widil Pangarsa. 2010. Rong, Wacana Ruang Arsitektur Jawa, e-book. www.ruangarsitektur.com
Rukayah, R Siti, and Abdul Malik. 2012. Between Colonial , Moslem , and Post-Independence Era , Which Layer of Urban Patterns Should Be Conserved ? AicE-Bs 2012 Cairo ASIA Pacific International Conference on Environment-Behaviour Studies 68: 775–89. http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.12.266
Suprapti, Atiek, and Agung Budi. 2016. The Urban Heritage of Masjid Sunan Ampel Surabaya , toward the Intelligent Urbanism Development. CITIES 2015 International Conference, Intelligent Planning Towards Smart Cities, CITIES 2015, 3-4 November 2015, Surabaya, Indonesia 227(November 2015): 601–8. http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.06.121



Komentar