Sirkulasi dan aksesbilitas yang ditujukan oleh para difeable diatur dalam Permen PU Nomor: 30/PRT/M/2006, hal tersebut juga berlaku pada semua fasilitas umum, tetapi pada kenyataannya, hanya sebagian jalur pedestrian yang memfasilitasi kebutuhan para difeable tersebut.
aksesbilitas dan sirkulasi yang digunakan pada Sekolah Luar Biasa (SLB), juga masih belum sesuai dengan kebutuhan kusus para difeable.
berikut adalah Pola Jalur Aksesbilitas dan Sirkulasi berdasarkan Permen PU Nomor: 30/PRT/M/2006 :
2.4.1
Persyaratan Dasar Sirkulasi dan
Aksesibilitas
- · Semua tangga harus dilengkapi dengan ramp.
- · Untuk Sekolah Luar Biasa yang melayani tunanetra nama ruang dilengkapi dengan huruf braile.
- · Persyaratan untuk Sekolah Luar Biasa yang melayani tunanetra semua dinding selasar dilengkpai dengan elemen penunjuk yang bisa diraba penyandang tunanetra.
- · Lantai selasar Sekolah Luar Biasa yang melayani tunanetra dilengkapi dengan lantai yang bertekstur yang bisa diraba oleh tongkat tunanetra yang fungsinya sebagai penunjuk arah.
- · Semuanya pertemuan sisi antara dua dinding atau dua bidang yang tajam sebaiknya dipingul, sehingga tidak tajam (tidak membahayakan tunanetra bila membentur sisi tersebut).
2.4.2 Jalur
untuk Pejalan Kaki
Jalur yang digunakan untuk berjalan
kaki atau kursi roda
bagi penyandang cacat dapat disiapkan berdasarkan kebutuhan manusia untuk dapat
bergerak secara aman, nyaman, dan tak
terhalang.
Persyaratan
jalur untuk pejalan kaki adalah sebagai berikut:
·
Permukaan. Permukaan jalan harus stabil, kuat,
tahan cuaca, bertekstur halus dan tidak
licin. Apabila harus terjadi gundukan tingginya tidak lebih 1,25 cm. bila
menggunakan karpet maka ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang
permanen.
·
Kemiringan. Kemiringan maksimum 7˚ dan pada
setiap 9 meter disarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat.
·
Area Istirahat. Area Istirahat terutama
digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat.
·
Pencahayaan. Berkisar antara 50-150 lux
tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
·
Perawatan. Dibutuhkan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kecelakaan.
·
Drainage. Dibuat tegak lurus dengan arah jalur
dengan kedalaman maksimal 0,5 meter, mudah dibersihkan dan perletakan lubang
dijauhkan dari tepi ramp.
·
Tepi Pengaman. Disiapkan bagi penghentian roda
kendaraan dan tongkat tunanetra ke arah area yang berbahaya. Tepi pengaman
dibuat tinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian.
![]() |
jalur akses indoor (kiri) dan outdoor (kanan) |
2.4.3 Area Parkir
Area
parkir adalah tempat parkir kendaraan yang juga
dimanfaatkan oleh penyandang cacat, sehingga
diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi roda. Sedangkan daerah
untuk naik dan turunnya
penumpang adalah tempat bagi semua penumpang termasuk penyandang cacat, untuk
naik dan turun dari kendaraan.
Persyaratan
area parkir Sekolah Luar Biasa:
·
Fasilitas parkir kendaraan.
·
Tempat parkir penyandang cacat
terletak pada rute terdekat menuju bangunan/fasilitas yang dituju dengan jarak
maksimum 60 meter.
·
Jika tempat parkir penyandang
cacat terletak pada rute terdekat menuju bangunan, misalnya pada parkir taman
dan tempat terbuka lainnya, maka tempat parkir harus diletakkan sedekat mungkin
dengan pintu gerbang masuk dan jalur pedestrian
·
Area parkir harus cukup mempunyai
ruang bebas disekitarnya sehingga pengguna berkursi roda dapat dengan mudah
masuk dan keluar dari kendaraannya.
·
Area parkir khusus penyandang
cacat ditandai dengan symbol/tanda parkir penyandang cacat yang berlaku.
·
Pada lot parkir penyandang cacat
disediakan ramp trotoar kedua sisi
kendaraan.
·
Ruang parkir mempunyai lebar 375
cm untuk parkir tunggal atau 625 cm untuk parkir ganda dan sudah dihubungkan
dengan ramp dan jalan menuju
fasilitas-fasilitas lainnya.
·
Daerah untuk naik dan turunnya penumpang
·
Kedalaman minimal dari daerah naik
turun penumpang, dari jalan atau lalu lintas sibuk adalah 360 cm dan panjang
minimal 600 cm.
·
Dilengkapi dengan fasilitas ramp,
jalur pedestrian dan rambu penyandang cacat.
·
Kemiringan maksimal 5˚ dengan
permukaan yang rata di semua bagian.
Diberi
rambu penyandang cacat yang biasa digunakan untuk mempermudah dan membedakan
dengan fasilitas serupa bagi pengguna umum.
2.4.4 Pintu
Pintu
adalah bagian dari suatu tapak bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk
masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu).
Persyaratan
perletakan pintu adalah sebagai berikut;
·
Pintu pagar menuju ke tapak
bangunan harus mudah dibuka dan ditutup oleh penyandang cacat.
·
Pintu keluar/masuk utama memiliki
lebar bukaan minimal 90 cm dan pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar
bukaan minimal 80 cm.
·
Daerah sekitar pintu masuk sedapat
mungkin dihindari adanya ramp atau ketinggian lantai.
Jenis pintu yang
penggunaannya tidak dianjurkan:
·
Pintu yang berat dan sulit untuk
dibuka/tutup.
·
Pintu dengan dua daun pintu yang
berukuran kecil.
·
Pintu yang terbuka dua arah
(dorong dan tarik).
·
Pintu dengan bentuk pegangan yang
sulit dioperasikan terutama bagi tunanetra.
·
Penggunaan pintu otomatis
diutamakan yang peka terhadap bahaya kebakaran.
·
Pintu tersebut tidak boleh membuka
sepenuhnya dalam waktu lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup
kembali.
·
Hindari penggunaan bahan lantai
yang licin disekitar pintu .
·
Alat-alat penutup pintu otomatis
perlu dipasang agar pintu dapat menutup dengan sempurna karena pintu yang
terbuka sebagian dapat membahayakan penyandang cacat.
·
Plet heding yang diletakakkan
dibagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna kursi roda.
2.4.5 Ramp
Ramp adalah
jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu sebagai
alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga/penyandang cacat.
Persyaratan
ramp adalah sebagai berikut:
·
Kemiringan suatu ramp di dalam
bangunan tidak lebih 70˚, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan
atau akiran ramp (curb ramp landing). Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada
diluar bangunan maksimal 6˚.
·
Panjang mendatar dari suatu ramp
(dengan kemiringan 7˚) tidak boleh lebih dari 900 cm, sedangkan panjang ramp
dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.
·
Lebar minimum dari ramp adalah 95
cm tanpa tepi pengaman dan 136 cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang
digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan layanan angkutan barang harus
dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sehingga bisa dipakai untuk kedua
fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi tersendiri.
·
Bordes (muka datar) pada awalan
atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan
sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.
·
Permukaan datar awalan atau
akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin khususnya diwaktu hujan.
·
Lebar tepi pengaman ramp (low crub) 10 cm dirancang untuk menghalangi
roda dari kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp.
·
Apabila perbatasan langsung dengan
lalulintas jalan umum atau persimpangan, harus dibuat sedemikian rupa agar
tidak menganggu jalan umum.
·
Ramp harus diterangi dengan
pencahayaan yang cukup sehingga membantu pecahayaan di ramp waktu malam hari.
·
Pencahayaan disediakan pada
bagian-bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan
bagian-bagian yang membahayakan.
·
Ramp harus dilengkapi dengan
pegangan rambatan (handrail) yang
dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.
2.4.6 Tangga
Fasilitas
bagi pergerakan vertikal
yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan tanjakan
dengan lebar yang memadai.
Persyaratan
tangga adalah sebagai berikut
·
Harus memiliki dimensi pijakan dan
tanjakan yang berukuran seragam .
·
Harus memiliki kemiringan kurang dari
30 derajat.
·
Tidak terdapat tanjakan yang
berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga.
·
Harus dilengkapi dengan pegangan
rambat (handrail) minimum pada salah
satu sisi tangga
·
Pegangan rambat harus mudah di
pegang dengan ketinggian 65-80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi
yang mengganggu, di bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke
arah lantai, dinding,atau tiang.
Pola aksesbilitas adalah salah satu sub bab dari proyek yang berjudul "Pengembangan Model Revitalisasi Prasarana Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar" yang disusun oleh Tim dari Universitas Tribhuana Tunggadewi (UNITRI), Malang.
Pola Aksesbilitas tersebut didapatkan dari hasil suvei dan observasi dari beberapa Tipe Sekolah Luar Biasa (SLB) sbb:
1. PANTI REHABILITASI PENDERITA CACAT NETRA, JANTI, MALANG,
2. SLB Jimbaran, Bali,
3. SLB Malang, Jawa Timur,
4. SLB DKI Jakarta,
5. SLB Sragen, Jawa Tengah
6. SLB Yogyakarta
Dari beberapa sampel SLB diatas, tidak semua dijelaskan pada blog ini, untuk kelengkapan data teknis lebih lanjut bisa email ke : hamiqi@yahoo.co.id
Baca Juga :
Komentar
Posting Komentar